Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menegaskan penolakan terhadap langkah Israel yang terus-menerus memperburuk peluang Suriah untuk mencapai stabilitas dan keamanan. Menurut kementerian tersebut, Israel telah melanggar hak kedaulatan Suriah dan merusak upaya perdamaian di kawasan tersebut. “Golan adalah tanah Arab Suriah yang diduduki,” tegas kementerian Saudi, menekankan bahwa tindakan Israel ini jelas bertentangan dengan hukum internasional yang mengakui wilayah tersebut sebagai milik Suriah.
Arab Saudi mengajak komunitas internasional untuk mengecam tindakan Israel dan menuntut penghormatan terhadap kedaulatan Suriah. Negara ini menegaskan pentingnya adanya solidaritas internasional untuk menghentikan tindakan agresif Israel di wilayah yang masih terjajah tersebut.
Senada dengan Arab Saudi, Qatar juga mengeluarkan pernyataan yang mengecam keras perluasan pemukiman di Dataran Tinggi Golan. Kementerian Luar Negeri Qatar menggambarkan keputusan Israel sebagai bagian dari serangkaian agresi terhadap Suriah dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Qatar menekankan bahwa komunitas internasional harus segera memenuhi tanggung jawab hukum dan moral untuk memaksa Israel menghentikan agresinya terhadap wilayah Suriah dan mematuhi berbagai resolusi internasional yang sah.
“Kami juga menegaskan posisi tegas Qatar dalam mendukung kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Suriah,” ujar Kementerian Luar Negeri Qatar. Negara tersebut juga menyatakan dukungannya terhadap upaya regional dan internasional yang bertujuan menciptakan perdamaian dan stabilitas di Suriah serta mewujudkan aspirasi rakyat Suriah yang tengah berjuang.
Pernyataan ini muncul setelah pada hari yang sama, pemerintah Israel menyetujui rencana perluasan pemukiman Israel di Dataran Tinggi Golan. Rencana ini, yang diajukan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, disetujui dengan anggaran sebesar 40 juta shekel atau sekitar 11 juta dolar AS (sekitar Rp177,8 miliar). Dataran Tinggi Golan sendiri telah menjadi wilayah yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967. Israel kemudian membangun sekitar 33 pemukiman di wilayah tersebut, yang kini dihuni oleh sekitar 50.000 orang, setengahnya adalah pemukim Israel, sementara sisanya adalah etnis Druze, Alawit, dan kelompok lainnya.
Israel semakin memperburuk situasi dengan meningkatkan serangan udara terhadap situs-situs militer di Suriah, yang banyak di antaranya dikaitkan dengan pasukan yang didukung oleh Iran. Serangan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah. Selain itu, Israel juga telah menyatakan bahwa perjanjian pelepasan pasukan tahun 1974 dengan Suriah telah runtuh, dan negara ini kini mengerahkan pasukannya ke zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan.
Sementara itu, krisis Suriah semakin rumit setelah Presiden Bashar al-Assad melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember 2024, setelah wilayah pemerintahannya diambil alih oleh kelompok anti-rezim. Pengambilalihan ini dipicu oleh serangan kilat yang dilakukan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang berhasil merebut kota-kota penting dalam waktu kurang dari dua minggu.
Keputusan Israel untuk memperluas pemukiman di Dataran Tinggi Golan dan serangan-serangan udara yang meningkat di Suriah menambah ketegangan di kawasan Timur Tengah yang sudah penuh dengan konflik. Dengan situasi yang semakin tegang, banyak negara internasional, termasuk Arab Saudi dan Qatar, menyerukan agar Israel menghormati hukum internasional dan segera menghentikan tindakannya yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah