Cerita Kabar – Tujuh warga Dukuh Kembang, Desa Jurangjero, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menjadi korban penganiayaan setelah mereka mengajukan protes terhadap pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas tambang batu kapur milik PT Kapur Rembang Indonesia (PT KRI). Insiden ini terjadi pada Rabu malam, 13 November 2024, sekitar pukul 22.00 WIB, dan diduga dilakukan oleh beberapa karyawan perusahaan tambang tersebut.
Tambang batu kapur PT KRI terletak di Desa Gunem, Kabupaten Rembang, yang jaraknya sangat dekat dengan permukiman warga Desa Jurangjero. Warga setempat sudah lama merasakan dampak negatif dari polusi udara yang dihasilkan oleh aktivitas tambang, terutama bau menyengat yang berasal dari proses penambangan batu kapur. Menurut keterangan Wahid, seorang warga berusia 27 tahun, insiden penganiayaan ini terjadi setelah serangkaian protes yang diajukan oleh masyarakat setempat kepada pihak PT KRI. Wahid menjelaskan bahwa warga telah melakukan lebih dari sepuluh kali protes melalui Pemerintah Desa Jurangjero terkait masalah polusi udara yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan mereka.
“Masyarakat sudah mengajukan protes lebih dari sepuluh kali kepada pihak PT KRI. Namun, semua protes tersebut tidak mendapat tanggapan serius. Bau yang ditimbulkan sangat menyengat dan mengganggu, dan akhirnya warga merasa tidak ada jalan lain selain mendatangi pabrik untuk menyampaikan keluhan langsung,” ujar Wahid.
Menurut informasi yang dihimpun, pada malam kejadian, sekelompok warga yang terdiri dari beberapa orang mendatangi area pabrik untuk menyuarakan kekecewaan mereka. Sayangnya, pertemuan itu berujung pada keributan. Dalam keributan tersebut, salah satu warga, Kamid, mengalami luka serius di perut akibat ditusuk dengan gunting oleh seseorang yang diduga merupakan karyawan PT KRI. Selain Kamid, ada warga lain yang juga terluka, dengan luka di bagian pelipis dan harus dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Wahid menambahkan bahwa sebelumnya, aktivitas tambang PT KRI sempat dihentikan oleh pihak berwenang karena polusi udara yang ditimbulkan. Namun, sekitar seminggu yang lalu, perusahaan itu kembali beroperasi, dan dampaknya langsung terasa pada warga Dukuh Kembang. Bau yang dihasilkan oleh tambang kembali mencemari udara di sekitar permukiman mereka, bahkan bau tersebut terasa semakin kuat dan menyengat. Warga pun mencoba meminta pihak perusahaan untuk datang ke desa dan membuktikan adanya bau polusi, tetapi upaya tersebut ditolak, yang akhirnya menyebabkan ketegangan.
“Dinas terkait juga sudah turun untuk memeriksa bau yang ditimbulkan oleh tambang. Namun, meskipun sudah ada inspeksi, masalah bau ini tetap tidak teratasi, dan akhirnya memicu ketegangan antara warga dan pihak perusahaan,” jelas Wahid.
Menanggapi peristiwa ini, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Rembang, AKP Heri Dwi Utomo, mengonfirmasi bahwa pihak kepolisian akan segera memeriksa kejadian tersebut. Ia mengungkapkan bahwa penyelidikan terkait insiden ini sedang berlangsung, dan pihaknya berkomitmen untuk mengungkap kejadian tersebut. “Kami akan memeriksa lebih lanjut terkait kejadian ini dan memastikan penyelesaian yang tepat,” kata AKP Heri melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 14 November 2024.
Hingga berita ini diturunkan, aparat kepolisian masih melanjutkan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi siapa saja yang terlibat dalam penganiayaan tersebut dan mencari bukti-bukti yang dapat mendukung proses hukum. Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak warga untuk mendapatkan lingkungan yang sehat dan aman, serta tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap warga yang hanya menyampaikan protes mereka.